“Crazy
Little Thing Called : Love”
Setiap kali aku menonton film itu,
aku teringat kembali pada saat dimana aku baru merasakan yang namanya jatuh
cinta. Antara bahagia, gugup, gemetar, konyol semuanya rasa itu bercampur aduk menjadi
satu, dan berhasil mengalirkan perasaan hangat di hati juga membuat detak
jantungku berpacu lebih cepat. Hal sederhana pun bisa terasa istimewa kala
debaran jantung semakin kencang meskipun hanya berpapasan dengannya. Tanpa
saling tatap, tanpa sapa dan tanpa sentuhan. Bahkan dunia terasa sudah menjadi
begitu indah. Tak jarang telapak tangan tiba-tiba menjadi dingin saat akan
berbicara dengannya. Hanya dengan interaksi sederhana, mampu memberiku efek
yang luar biasa.
Teringat kembali saat pertama saling
menyapa, pandangan tak bisa terfokus pada satu objek. Melainkan beralih
kemana-mana, dari objek yang satu ke objek yang lain (bilang ajah salah
tingkah). Seiring dengan kencangnya debaran jantung, tak sedikit pun aku berani
menatap matanya. Entah karena terlalu bahagia, atau mungkin terlalu takut moment itu berlalu.
Sebenarnya saat itu kupikir masih
terlalu dini bagi gadis seusiaku untuk mengerti yang namanya cinta. Tapi siapa
yang bisa menduga, cupid itu justru menancap tepat sasaran pada hati seorang
bocah perempuan kelas 1 SMP yang bahkan belum genap berusia 12 tahun. Indah…
itulah hari-hari yang kurasakan di tahun pertamaku duduk di bangku SMP. Jatuh
cinta pada seorang bocah lelaki yang kala itu 1 tingkat di atasku. Lelaki yang
menurutku paling imut diantara teman-teman sekelasnya. Dia jago bahasa Inggris,
sering kali dia menuliskan kalimat dengan bahasa Inggris ketika mengirimiku
surat. Sebuah surat yang tidak bisa dibilang romantis, tapi cukup kuat untuk
membuat perasaanku bergetar.
Setiap kali aku melihatnya lewat
dikoridor kelas, rasanya ingin sekali aku berlari menyongsong langkahnya, untuk
sekadar menyapa dan mengatakan betapa aku merindukan senyumnya. Ingin sekali
aku mengatakan, “Tahukah kamu bahwa aku jatuh cinta?”. Tapi semua itu hanya tersimpan
dalam pikiran, tanpa berani untuk mengatakan. (Yaaaaaa.. namanya juga masih
mental bocah ^o^).
Pernah merasakan senangnya saat dia
mengikutiku kemana-mana secara diam-diam. Meski sebenarnya aku menyadarinya,
namun aku berpura-pura tak mengetahuinya. Sekarang aku seringkali menertawakan
tingkah konyolku dulu. Masih terbayang wajah manisnya kala tersenyum, dia
lelaki pertamaku yang mengatakan bahwa dia menyukaiku. Lelaki pertama yang
mencintaiku dan lelaki pertama yang hatinya kukecewakan. Namun meskipun
demikian, hingga kini tak pernah aku
merasa ada permusuhan diantara kami. Seberapa lama pun putus komunikasi.
Kelas 3 SMA adalah saat dimana aku
benar-benar ingin fokus pada sekolahku, karena di kelas 3 SMA adalah waktu
tersingkat yang kulalui pada babak akhir wajib belajarku. Tapi siapa yang akan
menyangka justru aku kembali merasakan debaran lembut nan indah mendekati
moment ujian nasional. Ya… aku kembali jatuh cinta saat itu, pada seorang
lelaki pemilik senyuman termanis diantara saudara-saudara lelakiku yang tengah
berkumpul dalam sebuah acara keluarga.
Tak pernah terlintas dibenakku jika
pertemuan dihari itu adalah awal sebuah hubungan yang hingga hari ini pun masih
tetap misterius bagiku. Dia seseorang yang tidak suka cari perhatian, bahkan
terkesan menghindarkan diri dari kesibukan diacara hari itu. Namun dia suskses
mencuri perhatianku. Dengan tingkahnya yang terkesan cuek, aku menangkap senyum
tipis yang kuyakini bahwa senyum itu untukku.
Lepas acara keluarga itu, akhirnya
waktu memberi kami kesempatan untuk saling bertukar kata, bertukar cerita dan
pengalaman hidup hingga akhirnya bertukar nomor kontak pribadi. Dari sanalah
kemudian kisah kami dimulai. Mulai dari saling memberi perhatian, meskipun
intensitas pertemuan sangat jarang. Berhubung beda sekolah, setiap hari aku
hanya berharap dapat melihat wajahnya saat berpapasan dijalan raya. Sebuah
hubungan yang unik menurutku, dimana hati rasanya begitu terikat erat satu sama
lain, tanpa pernah mendapatkan pengakuan cinta dan bahkan tanpa pernah jalan
berdua.
Yang pasti manisnya cinta kali ini
tak kalah indah dengan cinta yang kurasakan ditahun pertamaku duduk dibangku
SMP dulu. Aku mencoba berbagai cara agar hubungan antara aku dan dia tetap
berjalan dengan baik. Akhirnya titik cerah itupun terlihat, manakala organisasi
ekskul yang kuikuti disekolahku kemudian mencoba mensosialisasikan organisasi
kami disekolahnya. Bahkan yang membuatku lebih bahagia lagi, dia ternyata sudah
pula mendaftar sebagai anggota ekskul tersebut disekolahnya. Akhirnya aku tak
perlu lagi mencari-cari alasan untuk bisa tetap terhubung dengannya. Setidaknya
seminggu sekali kami bisa bicara tatap muka secara langsung, meskipun kadang
hanya sekedar untuk menanyakan kabar masing-masing. Selebihnya komunikasi hanya
kami lakukan lewat ponsel saja.
Disini, hari ini… aku masih bisa
merasakan, hangatnya cinta itu. Dulu aku pernah berkeyakinan cinta pertama itu
cinta yang tak akan pernah terlupakan. Sekalipun perasaan itu telah memudar.
Sudah sejak bertahun-tahun yang lalu, selepas kelulusan SMA, tak pernah
sekalipun aku merasakan cinta semanis itu. Dia yang pertama, dan dia seseorang
yang kukenal saat kelas 3 SMA adalah lelaki pertama yang membuatku mengerti,
jika meskipun itu adalah rasa yang tak terucapkan dengan kata-kata tapi
membuatku mengerti arti berjuang meskipun hanya untuk melihatnya tersenyum,
juga pernah membuatku merasakan cinta yang sama. 2 orang yang berbeda, namun
cinta mereka benar-benar membuat hatiku selalu hangat.
Dia
cinta pertama di kelas 1 SMP, kujatuh cinta saat Ayah & Bunda tak bersamaku
karena merantau kekota orang. Dia yang membuatku jatuh cinta saat di kelas 3
SMA, saat aku kembali berada jauh dari Ayah & Bunda demi menempuh
pendidikanku. Keduanya sama-sama indah. Keduanya sama-sama membuat debaran jantungku
benar-benar bekerja lebih cepat, keduanya yang kini tak lagi kuketahui
keberadaannya. Kalian berdua yang pada akhirnya kuanggap sebagai orang-orang
hebat, yang mampu membuatku merasakan manisnya cinta di masa remaja.
Yang
pada akhirnya, pada kalian berdua ingin ku ucapkan terima kasih atas cinta yang
pernah kalian berikan untukku. Meski mungkin pesan ini hanya dapat kukirimkan
lewat hembusan angin yang entah akan bisa sampai atau tidak. Semoga kalian
diberi kelapangan dan kemudahan hidup. Dan terakhir, untuk kalian berdua,
terima kasih telah pernah hadir dalam hari-hariku, dalam hatiku dan dalam
kisahku. Dan terima kasih telah membuatku jatuh cinta.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar