Masa Orientasi Siswa Terakhir
Ilustrasi
Kala itu aku baru saja kembali masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas selama 2 minggu dikampung halamanku. Tak banyak kegiatan yang dapat aku lakukan. Kini aku sudah duduk dibangku kelas XII IPS 1. Sebuah kelas yang bisa dibilang kelas unggulannya anak-anak IPS. Tapi bagiku kelas ini terlalu biasa.
Seperti biasa, aku bangun setiap pagi pukul 05.15 Wita., membantu pekerjaan rumah yang bisa kukerjakan sebelum aku berangkat sekolah. Setelah pekerjaanku selesai, aku mandi lalu bersiap-siap kesekolah. Jika aku ingin sarapan, aku ikut sarapan bersama saudara-saudara lain, tapi tak jarang aku memilih langsung berangkat kesekolah.
Aku berangkat sekolah lebih sering berjalan kaki, karena memang jarak menuju kesekolah tak terlalu jauh, selain itu aku juga menyukai suasana pagi disini. Pukul 06.45 aku pasti sudah melangkah santai menyusuri jalan menuju sekolah, karena di jam segitu matahari pagi masih tak terlalu panas. Tak jarang pula aku diantar saudaraku, terlebih jika cuaca tak bersahabat alias hujan deras, mau tak mau aku datang kesekolah lebih lambat dari biasanya dengan diantarkan oleh saudaraku.
***
Hari ini aku sedang berjalan sendiri dengan santai menuju sekolah. Aku tahu, hari ini tak akan ada jam pelajaran. Karena hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Tidak banyak siswa yang datang, hanya beberapa pengurus OSIS saja yang akan mengadakan rapat persiapan Masa Orientasi Siswa, disingkat MOS atau bahasa jadulnya OSPEK. Aku adalah salah satu pengurus OSIS pada seksi bidang kewirausahaan yang kerjanya ngurusin koperasi OSIS, bukan koperasi sekolah ya, itu beda lagi. Namun dalam ritual tahunan kali ini, aku bergabung dengan tim Seksi Acara dan menjadi seksi pendamping siswa yang telah dibagi kedalah group.
Sesampai disekolah aku berjalan dikoridor menuju perpustakaan sekolah. Kuhampiri mading yang masih menyisakan artikel-artikel lusuh setelah 2 minggu tak terurus. Suasana sekolah amat sepi, baru beberapa siswa yang terlihat datang. Yah mereka teman-teman pengurus OSIS dari kelas XI dan XII.
Kemudian aku berjalan menuju koperasi OSIS, yang dalam keadaan darurat terkadang ruangan kecil ini kami jadikan tempat untuk rapat pengurus inti OSIS.
Setelah pintu koperasi kubuka, kudapati meja dan kursi yang sedikit berdebu, tanaman didepan koperasi pun mulai ditumbuhi rumput liar. Tampaknya Mang Udin harus bekerja sedikit lebih keras merapikan taman kecil yang ditata disetiap depan koridor kelas. Dalam diam aku membersihkan ruangan koperasi perlahan-lahan. Setelah selesai aku duduk termenung di sudut ruangan.
Tiba-tiba aku teringat kata-kata Rian 4 hari yang lalu. Didesaku, sebelum aku kembali kesini aku bertemu Rian. Dia mantan pacarku saat aku masih kelas 3 SMP. Dan hubungan kami berakhir saat aku akan berangkat kesini untuk melanjutkan sekolah. Aku yang meminta perpisahan itu, karena aku merasa tak akan bisa menjalani hubungan LDR.
4 hari yang lalu, Rian datang kerumahku. Kami ngobrol banyak, mulai dari sekolahku dan tentang kehidupan dia sekarang, lebih dari itu Rian memintaku untuk kembali padanya.
Setelah 2 tahun, aku melihat Rian masih seperti sosok yang sama seperti saat kami masih bersama. Dia masih menjadi pelatih Paskibraka di sekolah. Dan dia masih tetap seorang lelaki tampan yang menatapku dengan sorot mata lembut dan hangat. Ah jika mengingat itu, hingga kini aku merasa Rian lah lelaki terbaik yang pernah kusayangi.
Aku sempat terkejut ketika Rian menyatakan keinginannya untuk kembali menjalani kebersamaan denganku. Padahal dulu aku sempat membuat dia menangis kala aku memutuskan berpisah. Meski begitu Rian bukanlah sosok lelaki pendendam. Pada saat libur semester pertamaku dibangku SMA, Rian kembali menemuiku. Dia menawarkan hubungan pertemanan yang baik, tanpa harus dibayangi masa lalu hubungan kami. Dan aku cukup merasa nyaman dengan persahabatan yang dia tawarkan. Banyak hal yang biasa kami bagi setiap aku pulang saat liburan sekolah. Kecuali satu hal, cinta. Ya soal yang satu itu kami tak pernah saling membagi kisah.
Saat Rian memintaku kembali dengannya aku tak tahu harus menjawab apa.
Bagiku itu terlalu tiba-tiba. Dan aku menangkap perasaan tergesa-gesa pada Rian. Seolah-olah dia ingin memastikan satu hal, entah itu apa. Dan aku tak memiliki keberanian untuk menanyakannya.
Awalnya Rian memberiku toleransi 3 hari untukku mempertimbangkan keputusanku. Tapi pada hari ketiga pun aku masih tak bisa memastikan perasaanku padanya. Aku merasa sudah terlalu nyaman pada kondisi sekarang Friend Zone, namun tampaknya Rian menginginkan lebih. Ingin kutolak tapi aku juga tak bisa bohong, jika ada rasa nyaman yang lebih saat bersamanya.
Setelah berkompromi, akhirnya Rian mengalah. Aku mengajukan sebuah permintaan. 25 hari lagi aku akan kembali, dan saat itu aku akan memberikan jawaban pasti padanya. Jika aku pikirkan sekarang, waktu segitu rasanya cukup sadis untuk menggantungkan sebuah harapan. Apalagi harapan itu tak ada kepastian sama sekali. Tapi sekali lagi kukatakan, Rian mengalah. Dia mengatakan akan menunggu hingga waktu yang kujanjikan. Dan sekarang, jadilah aku galau, aku masih tak tahu seperti apa perasaanku padanya.
*** Selama menjadi panitian MOS aku merasa kurang fokus. Jabatanku sebagai seksi anggota pendamping siswa membuatku benar-benar harus fokus pada siswa baru yang kudampingi. Bukan saja harus tegas, tapi aku juga harus memperhatikan anggotaku. Dihari pertama aku sempat mendengar salah satu siswa baru nyeletuk dikantin. Dia mengatakan aku adalah salah satu panitia MOS terjutek. Karena terlalu cuek dan pelit senyum. Dan hal itu juga di aminkan oleh teman-temannya. Mendengar itu sebenarnya aku ingin sekali marah dan memaki-maki siswa baru itu. Tapi kuputuskan menahan diri, karena ini baru hari pertama. Awalnya aku tak berminat bermain-main (baca : Ngerjain & Nge-bully) dengan siswa-siswa baru.Tapi sejak aku dibilang jutek & pelit senyum, aku merasa tertantang.
Berhubung setiap MOS selalu ada ritual jadi artis 3 hari bagi panitia (baca : ngasih tanda tangan ke siswa baru). Ini merupakan ritual wajib turun-temurun setiap tahunnya. Tujuannya biar siswa baru bisa kenal lebih dekat sama kakak kelas. Karena tiap panitia yang dimintai tanda tangan, rata-rata ngajuin syarat dulu sama siswa baru. Mulai dari nyanyi-nyanyi gak jelas sampe joget potong bebek angsa, yang kalau menurutku lebih mirip angsa kesurupan gara-gara mabok kebanyakan minum kecap asin punya ibu kantin.
Mungkin memang dasarnya aku yang kurang tertarik dengan kekonyolan macam ini, jadi aku tak aktif bermain-main dengan siswa baru. Dan yang mendapatkan tanda tanganku masih sedikit. Disetiap break kegiatan aku lebih suka berdiam diri didalam kelas lalu memanggil ketua kelompok siswa yang kudampingi. Memastikan anggotaku hadir semua dan tak ketinggalan materi dari tutor-tutor yang mengisi sesi “All About High School”.
Saat aku tengah menyendiri didalam kelas, aku melihat siswa yang bilang aku jutek, tadi pagi dikantin. Sama seperti siswa baru lainnya, siswa ini pun memakai aksesoris yang berlebihan dan heboh yang diwajibkan oleh panitia saat MOS berlangsung, persis seperti aku dulu saat berstatus siswa baru disekolah ini. Lalu spontan aku memanggil siswa itu.
“Hei.. Kamu, sini!!!” panggilku pada siswa itu, lalu siswa itu menghampiriku
“Iya kak, ada apa?” Ujarnya dengan sikap canggung
“Kamu kelompok mana?” Tanyaku
“Kelompok Ungu Band kak” Jawabnya masih dengan sikap canggung sambil menunduk memandang lantai.
“Mana buku catatan tanda tangan panitia punya kamu?” Tanyaku lagi
“Ada kak” Jawabnya dengan suara bergetar
“Sini, saya mau lihat” Ujarku dengan suara agak tinggi
Kemudian siswa baru didepanku mengeluarkan sebuah buku tulis dari tas selempangnya. Lalu menyerahkan padaku tanpa sepatah kata pun. Aku membuka buku catatan itu, ada sekitar 14 tanda tangan panitia disitu. Dalam hati aku menilai gigih juga siswa ini, baru hari pertama sudah dapat lebih dari 10 tanda tangan panitia. Namun aku tak melihat tanda tangan ketua OSIS selaku ketua umum acara MOS ini. Dan juga tak ada tanda tanganku disitu.
“Kok gak ada tanda tangan saya disini?” Tanyaku sambil menatap tajam kepada siswa baru. Tentu saja siswa baru ini terkejut. Lalu dia memaksakan bibirnya tersenyum
“Eh iya, anu kak saya belum sempat. Kakak mau kasih tanda tangannya gak?” Ujar siswa baru ini dengan tatapan kecut.
“Enggak” Jawabku ketus
“Yahh, kenapa kak, tanda tangan kakak wajib saya dapetin, soalnya kakak kan anggota seksi pendamping” Jawabnya masih dengan sikap canggung.
“Sana minta tanda tangan ketua OSIS dulu, baru saya mau kasih kamu tanda tangan saya” Jawabku tegas.
“Ah iya kak, siap” Jawabnya sambil tersenyum sumringah
“Eiittss.. Tapi ntar dulu, aku mau kamu push up dulu 5 kali sekarang” Ujarku
“Hah... Kok push up kak?? Saya kan gk bikin salah sama kakak?” Tanyanya dengan ekspresi bingung
“Lalu?? Siapa yang salah??? saya?? Inget pasal 1? Panitia tidak pernah bersalah, pasal 2 jika panitia bersalah kembali ke pasal 1” Jawabku tersenyum penuh kemenangan
”Ayo push up sekarang, 5 kali, ga usah manja!!!” Perintahku setengah membentak
Akhirnya siswa baru ini melakukan apa yang aku perintahkan. Setelah selesai push up siswa baru ini terlihat jengkel padaku. Tapi aku justru merasa senang melihat ekspresinya yang nyebelin itu.
”Nama kamu siapa?” Tanyaku
“Aldy kak” Jawabnya sambil tertunduk
“Oke Aldy, karena kamu patuh sama perintah saya, saya kasih tau kamu kenapa kamu saya suruh push up” Ujarku
Si Aldy cuma diam, kemudian aku melanjutkan kata-kataku
“Pertama, saya rasa kamu perlu olahraga sedikit, soalnya tadi pagi saya lihat kamu dianterinnya naik mobil ya sampe halaman depan. Terus yang ke 2, saya tadi pagi denger kamu provokasi teman-teman kamu kan?? Trus bilang kalau saya panitia terjutek? Yah gak apa-apa, tadinya saya mau bersikap baik, tapi berhubung sudah ada yang bilang saya jutek, yaaaa jangan harap saya mau baik-baik sama kamu selama MOS. Dan terakhir, saya cuma mau mengingatkan, kalau buat dapet tanda tangan ketua OSIS itu gak gampang. Yang ngajuin syarat kayak saya mungkin sedikit, tapi yang lebih keras dari saya, kamu akan tau nanti. Oke Aldy?? Selamat berjuang ya dek” Ujarku sambil tersenyum puas kemudian pergi berlalu.
Sebelum benar-benar jauh berjalan aku melihat Aldy sekali lagi, tampak jelas kekesalan terlihat di wajahnya, tapi aku tak perduli.
“Permainan baru dimulai dek” Gumamku dalam hati sambil tersenyum sinis.
***
Hari ini adalah hari ketiga MOS yah bisa dibilang hari ini adalah hari menjelang kemerdekaan para peserta MOS, dan kesenangan terakhir bagi panitia MOS. Karena setelah hari ini pasal 1 dan pasal 2 sudah tidak berlaku lagi bagi kami. Kembali keaktifitas semula, belajar dan belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi semester pertama ditahun ke 3 ini.
Kulirik jam dinding dikelas, waktu menunjukkan pukul 2 siang. 1 jam lagi tradisi turun temurun ini akan berakhir. Kuraih buku catatan agenda MOS milikku dan melihat susunan acara. Acara terakhir hari ini adalah halal bihalal antara panitia dan peserta MOS setelah upacara penutupan MOS. Kemudian aku berkeliling kelas dan menyapa teman sasama panitia atau bahkan ngobrol bareng. Dari beberapa panitia aku melihat ada teman panitia yang terlihat akrab sekali dengan siswa baru yang didampinginya. Setelah berkeliling sebentar, aku pun memutuskan menuju ruang koperasi OSIS.
Belum sampai aku menuju koperasi langkahku tertahan oleh suara sedikit ramain dibelakangku. Ada yang memanggil namaku, setelah aku membalikkan badan aku mendapati sekitar 10 orang siswa baru menghampiriku. Awalnya aku sempat terkejut, tapi aku juga tak bisa menghindar. Aku mengenal salah satu dari mereka, namanya Anggi, dia salah satu peserta MOS yang aku dampingi. Dan setelah mereka semua mengelilingiku untuk memintaku memeriksa catatan mereka dan memberikan paraf. Karena sebelum upacara penutupan dimulai, mereka harus mengumpulkan catatan-catatan mereka. Aku baru sadar, ternyata mereka semua adalah group yang harus aku dampingi selama MOS berlangsung. Aku tak hapal wajah-wajah mereka, hanya Anggi si cewek imut yang selalu tersenyum ramah ini yang aku ingat sekali. Meskipun aku tak pernah memanjakan dan cenderung cuek pada group yang kedampingi, tapi tampaknya mereka tak pernah lupa padaku.
Aku cuek pada mereka bukan karena tak peduli, tapi aku merasa mereka harus mandiri dan bisa menyelesaikan masalah di group mereka, aku hanya sesekali memberi petunjuk dan mengarahkan mereka. Tidak seperti beberapa group lain yang aku nilai agak manja dan berlebihan pada pendampingnya. Susah sedikit lapor pendamping, bahkan ada juga yang hanya urusan sepatu sampai pendamping yang turun tangan. Sejak hari pertama aku menekankan pada groupku jika aku tak suka dengan anggota yang manja dan jangan harap aku mau memanjakan mereka, setiap masalah harus mereka pecahkan sendiri bersama-sama, tidak boleh ada diskriminasi dalam berpendapat, saling respect, saling bantu dan saling menyemangati. Jika perlu susah senang sama-sama meskipun hanya untuk 3 hari ini.
***
Bell terakhir berbunyi siswa-siswa yang masih berkerumunan langsung berlarian menuju kelas masing-masing. Termasuk groupku, catatan-catatan yang belum selesain kuperiksa masih tertumpuk ditanganku. Lalu aku bergegas menyusul mereka masuk kelas dan memeriksa catatan yang belum kuperiksa lalu mengembalikannya pada mereka.
Setelah panitia mengumumkan acara terakhir MOS hari ini, peserta pun dipersilahkan keluar kelas dan mengikuti upacara penutupan MOS. Upacara berlangsung lancar dengan aku sebagai MC. Upacara yang dipimpin oleh Bapak Ridwan selaku pembina OSIS diakhiri dengan tepuk tangan yang sangat meriah oleh semua peserta upacara setelah beliau mengucapkan kata “Welcome To SMA Negeri 1 Muara Jawa”
Ketika Pak Ridwan meninggalkan lapangan upacara, semua barisan kembali kami ambil alih untuk melakukan halal bihalal pada siswa-siswi baru. Aksesoris nyeleneh mereka sudah dilepaskan dan kini kami saling bersalaman dan saling mengucap maaf karena selama 3 hari ini banyak hal-hal luar biasa yang terjadi terlepas dari itu banyak pula ucapan panitia yang mungkin menyinggung dan menyakiti hati peserta MOS. Dan moment bersalam-salaman inilah moment yang mengharukan. Karena perserta MOS akan memberikan kenang-kenangan pada panitia MOS.
Hal yang tak pernah terpikirkan olehku adalah, aku tak menyangka ternyata ada yang memberiku kenang-kenangan. Anggi memberiku gantungan kunci boneka sapi yang lucu, dan nyaris semua anggota groupku memberiku kenang-kenangan. Ada yang memberiku coklat, frame foto lucu, pajangan, kaos kaki bergambar Hello Kitty (padahal aku sukanya doraemon), pin-pin lucu, diary, hingga jilbab. Dan satu lagi ada bros dengan aksen manik dan mutiara dari Aldy berbentuk kupu-kupu. Tak lupa juga aku meminta maaf pada mereka semua, jika selama 3 hari ini aku telah banyak menyiksa mereka secara verbal. Dan dengan senyum tulus mereka mengatakan tak mempermasalahkan hal itu.
Dalam perjalanan pulang aku merasakan satu hal lagi yang luar biasa, siswa-siswa baru ini menyapaku ramah sekali dan berpamit pulang kerumah masing-masing.
Setelah rapat panitia MOS berakhir aku dan Dina sahabatku memutuskan pulang bersama dengan berjalan kaki, menikmati hangatnya mentari sore. Namun di depan gerbang sekolah, aku melihat siswa baru yang masih berseragam SMP bertopi karton bentuk kerucut tengah duduk manis disebuah motor sambil memainkan handphone-nya., itu Aldy. Suasana sekolah sudah mulai sepi, lalu aku dan Dina menghampiri Aldy.
“Aldy, kok belum pulang, nungguin siapa?” Tanya ku
Aldi kemudian menghentikan kesibukannya bermain handphone dan melirik kami.
“Gak nungguin siapa-siapa, lagi iseng aja hehehe..” Jawabnya santai sambil cengengesan
“Mending cepet pulang deh, udah sepi nih” Ujarku mengingatkan
“Iya kak” Jawabnya sambil menstarter motornya
“Kakak mau sekalian aku anter pulang?” Tanya Aldy pada kami
“Anter pulang?? Ya gak muat kali Aldy, kami kan berdua” Ujarku
“Ah iya kamu ikut dia aja Ra, aku bisa sama Febri ntar, tadi sih dia ngajakin pulang bareng” Jawab Dina
“Yakin???” Tanyaku pada Dina sekali lagi
“Iya, duluan aja” Sahut Dina
Akhirnya aku pulang diantar Aldy, sebenarnya kurang enak karena jarak kerumah tidak terlalu jauh.
“Kak, hadiah yang dari Aldy tadi besok di pake yah” Ujar Aldy sambil mengurangi laju motornya
“Emang tadi kamu kasih kakak apaan? Kakak lupa” Tanyaku
“Itu yang bros kupu-kupu” Jawabnya
“Oh itu, iya besok kakak pake” Ujarku
“Bener yah? Besok aku cek kekelas kakak, kalau kakak lupa kakak kudu trakatir Aldy di kantin hehehe” Ujar Aldy seenaknya
“Walah... Bocah, belagu amat, baru juga kelar MOS” Jawabku menggerutu
“Hahahaha... Dih sensian, tapi beneran di pake ya kak?” Ujar Aldy lagi
“Iyeee, tapi gak pake ngancem juga kali” Jawabku sewot
“Hehehe.. Maaf kak, takut kakak lupa aja, sekalian tuh yang jilbab dari Sani juga kan bagus kak, aku loh yang milihin kemarin malam” Kata Aldy dengan suara yang agak dikencangkan.
“Iya Aldy, nah stop depan situ ya” Ujarku sambil menunjuk rumah bibiku. Aldy pun menghentikan motornya
“Makasih ya udah ngasih tumpangan” Ucapku sambil tersenyum
“Iya kak, Aldy pulang ya” Ujarnya lalu melesat cepat dengan motornya.
*To be continue*
